Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin,
Edy Wibowo.
Banjarmasin - Pendanaan untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K) di lingkup Kota Banjarmasin dirasakan cukup berat. Mengingat yang tercover pemerintah pusat hanya sebagian.
Apalagi anggaran untuk P3K tahap kedua tahun ini terpaksa ditanggung penuh oleh Anggaran Pendapatan, Belanja Daerah (APBD) karena adanya kekurangan dukungan dari pemerintah pusat.
"Tahun ini kami menganggarkan untuk satu gelombang P3K. Namun ternyata ada dua tahap penerimaan, sehingga pada anggaran perubahan beban tersebut dialihkan ke APBD," ungkap Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Edy, Senin (14/7/2025).
Edy menjelaskan sistem pendanaan untuk P3K awalnya memang dibantu oleh pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU).
Namun bantuan alokasi anggaran itu hanya untuk sebagian formasi. Maka selebihnya menjadi tanggung jawab daerah.
Edy mencontohkan jika tahun ini Kota Banjarmasin menerima 100 formasi yang didanai pusat dan tahun depan kembali menerima 100 lagi. Maka total 200 itu, hanya 100 yang bisa dicover pemerintah pusat, sisanya menjadi tanggung jawab daerah.
Tentunya kondisi ini semakin diperberat dengan tingginya persentase belanja pegawai yang kini diperkirakan melebihi 30 persen dari total anggaran belanja daerah.
Padahal lanjutnya, batas ideal belanja pegawai sebesar 30 persen yang ditetapkan pemerintah pusat sendiri pun terasa sulit dipenuhi oleh banyak daerah. Tidak hanya Kota Banjarmasin saja.
"Kalau ditetapkan maksimal 30 persen, rasanya hampir tidak ada daerah di Indonesia yang mampu mengikuti. Terlebih belanja pegawai ini sangat tergantung pada jumlah P3K yang diangkat setiap tahun," ungkapnya.
Maka dari itu, Pemko Banjarmasin berharap adanya evaluasi dan perubahan pola pendanaan P3K oleh Kementerian Keuangan.
Menurutnya skema pendanaan jangka panjang dinilai perlu ditinjau ulang. Mengingat ketimpangan antara kenaikan belanja pegawai dengan kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih cukup besar.
"Dengan kondisi PAD kita saat ini, belum berimbang dengan peningkatan beban belanja pegawai. Maka perlu pola baru yang lebih fleksibel dan realistis," pungkasnya.
(Hamdiah)