Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin,
Edy Wibowo
Banjarmasin - Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin memberikan penjelasan mengenai alokasi dana transfer dari pusat. Diketahui, dana tersebut sebagian besar tersimpan di kas daerah dan menghasilkan keuntungan melalui bunga deposito.
Kepala Badan Pengelola Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPAD) Banjarmasin, Edy Wibowo, menyatakan bahwa dana yang masih mengendap disimpan di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Langkah ini dilakukan untuk memastikan dana tetap produktif selama belum terserap.
"Kalau di giro bunga hanya dua persen per bulan. Sementara deposito bisa mencapai 4,75 persen. Menurutnya. Lumayan menambah pendapatan daerah," ungkap Edy, Jumat (14/11/2025).
Edy menegaskan bahwa kebijakan tersebut sepenuhnya untuk kepentingan daerah. Proses pengelolaannya juga dipastikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Tapi pelaksanaanya tetap dilakukan secara proporsional. Jangan berlebihan," ucap Edy.
Menurut Edy praktik ini tidak hanya diterapkan di Kota Banjarmasin melainkan juga di berbagai daerah lainnya.
Hal itu wajar terjadi karena dana transfer dari pusat biasanya tidak diberikan sekaligus melainkan bertahap, serta harus melalui perencanaan pemanfaatan yang matang.
Sebagai gambaran, Dana Alokasi Umum (DAU) Banjarmasin tahun 2025 mencapai Rp. 800 miliar, namun pencairannya dilakukan setiap bulan sekitar Rp. 61 miliar untuk kebutuhan seperti gaji pegawai. Sementara itu, Dana Bagi Hasil (DBH) ditransfer tiap triwulan.
Namun demikian, Pemko menghadapi tantangan besar karena pada tahun mendatang, dana transfer pusat diperkirakan akan dipangkas hingga Rp. 385 miliar.
Dari total anggaran sebelumnya sebesar Rp. 1,6 triliun, jumlah tersebut turun menjadi Rp. 1,24 triliun. Kondisi ini memaksa pemerintah daerah untuk menyesuaikan kembali program-program pembangunan yang telah direncanakan.
Untuk mengatasi hal ini, Pemko Banjarmasin tengah menyusun strategi efisiensi sekaligus mencari inovasi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Kami akan optimalkan PAD melalui pajak, retribusi, dan kerjasama pengelolaan aset. Belanja pun harus lebih terukur dengan prioritas pada program pelayanan publik, penataan sungai, pendidikan, dan kesehatan," pungkasnya.
(Hamdiah)