Babuncu4new.com, Kalimantan Selatan – Di tengah kemajuan zaman, Kalimantan Selatan masih menyimpan berbagai tradisi unik yang belum banyak diketahui masyarakat luas. Salah satunya adalah Baayun Maulid, sebuah ritual adat yang khas dilakukan oleh masyarakat Banjar dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Baayun Maulid adalah tradisi mengayun bayi atau anak kecil di dalam kain ayunan yang digantung, sambil diiringi pembacaan syair-syair keagamaan dan doa-doa. Acara ini tidak hanya sekadar seremoni, tetapi juga diyakini membawa berkah bagi anak-anak yang ikut serta. Menurut kepercayaan masyarakat Banjar, Baayun Maulid merupakan simbol harapan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang saleh, sehat, dan berbudi pekerti luhur.
Asal-usul dan Makna Filosofis
Tradisi Baayun Maulid diperkirakan sudah ada sejak ratusan tahun lalu, berakar dari budaya masyarakat Dayak yang kemudian diadopsi dan dipadukan dengan nilai-nilai Islam oleh suku Banjar. "Dulunya, mengayun anak merupakan bagian dari tradisi suku Dayak Meratus sebagai simbol keselamatan dan permohonan berkah dari leluhur," ujar seorang budayawan Banjar, H. M. Syamsudin.
Seiring masuknya Islam, ritual ini mengalami akulturasi, di mana ayunan bayi tetap digunakan, tetapi dilengkapi dengan pembacaan shalawat, zikir, dan doa-doa. Biasanya, anak yang mengikuti prosesi ini mengenakan pakaian putih sebagai lambang kesucian, sementara ayunan dihiasi kain berwarna-warni dan ornamen khas Banjar.
Pelaksanaan dan Keunikan Tradisi
Baayun Maulid biasanya diadakan secara massal di masjid-masjid besar, seperti Masjid Raya Sabilal Muhtadin di Banjarmasin atau Masjid Al-Karomah di Martapura. Para orang tua yang ingin anaknya ikut serta akan membawa ayunan sendiri atau menggunakan ayunan yang sudah disediakan panitia.
Yang membuatnya unik, jumlah peserta bisa mencapai ratusan hingga ribuan bayi dalam satu acara. Tidak hanya bayi atau anak kecil, dalam beberapa kesempatan, orang dewasa yang memiliki hajat khusus juga bisa ikut dalam prosesi dengan cara duduk di atas ayunan yang lebih besar.
"Ini bukan sekadar tradisi, tapi juga wujud kecintaan masyarakat Banjar kepada Rasulullah. Selain itu, Baayun Maulid juga menjadi ajang silaturahmi dan pelestarian budaya," tutur Ketua Panitia Baayun Maulid 2024, Ustaz H. Abdul Gafur.
Pelestarian dan Tantangan di Era Modern
Meski masih eksis hingga kini, Baayun Maulid menghadapi tantangan di era modern, di mana generasi muda cenderung kurang memahami makna tradisi ini. Beberapa komunitas budaya dan pemerintah daerah pun berupaya menjaga kelestariannya dengan memasukkan Baayun Maulid dalam agenda tahunan serta mempromosikannya ke wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Banyak masyarakat luar Kalimantan Selatan yang belum mengetahui tradisi ini. Jika dipromosikan dengan baik, Baayun Maulid bisa menjadi daya tarik wisata religi dan budaya," kata Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Selatan, Hj. Nurhayati.
Dengan upaya pelestarian yang berkelanjutan, diharapkan tradisi Baayun Maulid tetap lestari dan menjadi kebanggaan masyarakat Banjar. Tradisi ini bukan hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga menjadi cerminan harmoni antara adat dan nilai-nilai Islam yang terus hidup di tengah masyarakat Kalimantan Selatan.