Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin, Edy Wibowo.
Banjarmasin - Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) perubahan tahun 2025 mengalami kenaikan hingga tembus Rp. 200 miliar lebih.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Banjarmasin, Edy Wibowo kenaikan mengungkapkan kenaikan itu dipengaruhi transfer pusat, bagi hasil provinsi hingga bagi hasil tambang.
"Pendapatan sah mencapai Rp.1,8 triliun ditambah pendapatan lainnya mencapai Rp. 45 miliar," kata Edy, Sabtu (23/8/2025).
Meski mengalami kenaikan. Namun menurut Edy masih terjadi defisit karena alokasi belanja tahun ini mencapai Rp. 2,6 triliun.
Seiring dengan itu, Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin terus mengoptimalkan PAD terutama di sektor restoran, rumah makan, kafe, hingga hotel yang merupakan penyumbang terbesar melalui tapping box.
"Dimana sekarang sudah kita pasang 600 lebih tapping box. Tentu dengan bertambahnya tapping box ini potensi pendapatan kita juga meningkat," tutur Edy.
Selain itu, perlunya pengawasan lebih ketat di lapangan guna menghindari terjadinya kebocoran pajak karena masih ada pelaku usaha yang menggunakan tapping box hanya sesekali.
Bahkan ada yang sengaja menggunakan pas diakhir-akhirnya, hingga pajak yang terekam tidak sepenuhnya.
"Makanya kami perlu memberikan pemahaman dan edukasi untuk kesadaran wajib pajak," ujarnya.
Tidak hanya itu, pentingnya peran masyarakat juga turut mengawasi guna meminimalisir kebocoran.
"Kepada masyarakat diharapkan bisa melaporkan kepada kami jika terdapat tidak ada pajak pada saat transaksi," imbuhnya.
Di samping itu, dalam meningkatkan PAD pihaknya juga akan melakukan pemetaan kembali terhadap pelaku usaha. Seiring bertumbuhnya perekonomian saat ini di Kota Seribu Sungai.
"Di ruas jalan itu masih banyak pelaku usaha yang belum dikenakan wajib pajak. Makanya perlu pemetaan kembali karena syaratnya apabila pendapatan Rp. 15 juta dalam sebulan, itu sudah bisa dikenakan wajib pajak," ujarnya.
Pengecualian wajib pajak ini lanjutnya, hanya berlaku pada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan pendapatan di bawah Rp. 15 juta per bulannya.
"Dalam perda kita seperti itu, hasil koordinasi dengan pusat untuk tidak mematikan UMKM. Sehingga sebelum menetapkan wajib pajak kita lakukan survei dan pendataan lapangan. Kalau memenuhi kriteria baru kita kenakan wajib pajak dan kita bina," pungkasnya.
(Hamdiah)