Trending

Kayu Ulin Khas Kalimantan: Keistimewaan, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya

Babuncu4news.com
Kayu ulin, dikenal sebagai "kayu besi" dari Kalimantan, menjadi primadona dalam industri konstruksi dan mebel karena kekuatannya yang luar biasa. Namun, eksploitasi berlebihan mengancam keberadaan kayu ini. Bagaimana keistimewaan kayu ulin? Apa dampaknya terhadap lingkungan dan ekonomi masyarakat? Berikut laporan lengkapnya.


Keistimewaan Kayu Ulin

Kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) adalah jenis kayu keras yang hanya tumbuh di Kalimantan. Keunggulannya terletak pada ketahanannya terhadap air, serangga, dan perubahan cuaca ekstrem. Tidak heran, kayu ini menjadi pilihan utama untuk konstruksi jembatan, rumah adat, dan kapal.

Menurut penelitian dari Universitas Lambung Mangkurat, kayu ulin memiliki tingkat kepadatan yang sangat tinggi, dengan daya tahan mencapai ratusan tahun. “Kayu ini unik karena semakin lama semakin keras. Itu sebabnya kayu ulin sangat dicari,” ujar Dr. Andi Permana, ahli kehutanan.

Selain digunakan untuk konstruksi, kayu ulin juga dimanfaatkan dalam pembuatan ukiran khas Kalimantan. Seniman lokal, seperti Budi Santoso dari Banjarmasin, mengatakan bahwa kayu ulin memiliki nilai seni tinggi. “Kayu ini tidak hanya kuat tetapi juga memiliki serat yang indah, sehingga cocok untuk ukiran tradisional,” katanya.

Ancaman Kelangkaan Akibat Eksploitasi

Namun, di balik keunggulannya, kayu ulin kini menghadapi ancaman serius. Eksploitasi besar-besaran sejak puluhan tahun lalu menyebabkan populasi kayu ulin semakin menurun. Menurut data Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, populasi kayu ulin menurun hingga 60% dalam dua dekade terakhir.

Heryanto, seorang aktivis lingkungan, menuturkan bahwa penebangan ilegal menjadi faktor utama kelangkaan kayu ulin. “Permintaan tinggi dari dalam dan luar negeri membuat kayu ini semakin langka. Banyak yang menebang tanpa izin, bahkan di kawasan konservasi,” ujarnya.

Tidak hanya itu, lambatnya pertumbuhan kayu ulin juga menjadi tantangan. Pohon ulin membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun untuk mencapai ukuran ideal. Ini berarti, sekali ditebang, perlu waktu sangat lama untuk menggantikannya.

Dampak terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Kelangkaan kayu ulin berdampak besar bagi masyarakat Kalimantan. Banyak pengrajin yang kesulitan mendapatkan bahan baku, sementara harga kayu ini melonjak tajam. Di pasar kayu lokal, harga kayu ulin kini mencapai Rp10 juta per meter kubik, naik dua kali lipat dibandingkan lima tahun lalu.

Selain itu, penebangan liar berdampak pada ekosistem hutan Kalimantan. Hutan yang semakin berkurang menyebabkan hilangnya habitat bagi satwa endemik, seperti orangutan dan bekantan. “Hilangnya kayu ulin juga berarti hilangnya keanekaragaman hayati yang sangat penting,” kata Winda, peneliti lingkungan dari LSM Hijau Lestari.

Upaya Pelestarian Kayu Ulin

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan berbagai lembaga mulai melakukan upaya pelestarian. Salah satunya adalah program reboisasi kayu ulin yang dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan.

“Kami telah menanam ribuan bibit kayu ulin di beberapa kawasan hutan lindung. Ini adalah langkah awal untuk menjaga kelestariannya,” ujar Kepala BKSDA Kalimantan, Agus Rahmat.

Selain itu, komunitas lokal juga turut serta dalam upaya pelestarian. Di Desa Loksado, Kalimantan Selatan, warga mulai menanam kembali kayu ulin di lahan mereka. “Kami sadar bahwa jika tidak ada ulin, anak cucu kami tidak akan mengenal kayu ini,” kata Joko, seorang petani.

Pemerintah juga memperketat regulasi terkait perdagangan kayu ulin. Kini, izin penebangan semakin diperketat, dan pelaku penebangan ilegal bisa dikenakan sanksi berat.

Note : 
Kayu ulin adalah kekayaan alam Kalimantan yang harus dijaga. Tanpa upaya pelestarian yang serius, generasi mendatang mungkin hanya bisa mengenalnya dari cerita sejarah. Masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha harus bekerja sama agar kayu ulin tetap lestari, sehingga warisan alam ini bisa terus dinikmati di masa depan.


---

Dnk
Lebih baru Lebih lama