Babauncu4news.com, Banjarmasin, Kalimantan Selatan – Kota Banjarmasin, yang dikenal sebagai "Kota Seribu Sungai," memiliki keunikan tersendiri dalam hal arsitektur tradisional. Salah satu ciri khas yang masih lestari hingga kini adalah rumah panggung yang berdiri di atas tanah rawa. Rumah-rumah ini tidak hanya mencerminkan kearifan lokal masyarakat Banjar dalam beradaptasi dengan lingkungan, tetapi juga menjadi bagian dari warisan budaya yang terus dijaga.
Adaptasi Terhadap Kondisi Alam
Sebagai daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa rawa dan sungai, masyarakat Banjarmasin sejak dahulu membangun rumah dengan desain khusus agar dapat bertahan dalam kondisi tanah yang berair dan sering tergenang. Rumah panggung khas Banjar umumnya dibangun dengan tiang-tiang kayu ulin yang kuat dan tahan terhadap air, sehingga dapat bertahan puluhan hingga ratusan tahun.
Rumah-rumah ini biasanya memiliki lantai yang lebih tinggi dari permukaan tanah untuk menghindari banjir yang sering terjadi, terutama saat musim hujan atau pasang naik air sungai. Struktur panggung ini juga membantu sirkulasi udara agar tetap sejuk di dalam rumah, mengingat iklim Banjarmasin yang cenderung panas dan lembap.
Keunikan Arsitektur Rumah Panggung Banjar
Rumah panggung tradisional di Banjarmasin memiliki berbagai jenis, seperti Rumah Bubungan Tinggi, Rumah Gajah Manyusu, dan Rumah Balai Laki. Rumah Bubungan Tinggi adalah yang paling ikonik dengan atapnya yang menjulang dan memiliki makna filosofis mendalam. Rumah-rumah ini biasanya dibangun menggunakan kayu ulin, yang dikenal sebagai "kayu besi" karena kekuatannya yang luar biasa terhadap air dan rayap.
Bagian bawah rumah yang terbuka sering digunakan untuk berbagai keperluan, seperti tempat penyimpanan perahu atau aktivitas sehari-hari seperti menjemur ikan dan pakaian. Selain itu, beberapa rumah panggung juga memiliki jembatan kayu atau titian yang menghubungkan rumah dengan jalan utama atau perahu.
Tantangan dan Upaya Pelestarian
Di tengah pesatnya modernisasi, keberadaan rumah panggung tradisional di Banjarmasin semakin berkurang. Banyak warga yang beralih ke rumah beton karena dianggap lebih praktis dan mudah dalam perawatan. Selain itu, penurunan kualitas kayu ulin akibat eksploitasi hutan juga menjadi tantangan dalam pembangunan rumah panggung tradisional.
Namun, berbagai upaya dilakukan untuk melestarikan warisan budaya ini. Pemerintah daerah bersama masyarakat dan pemerhati budaya terus mendorong pelestarian rumah panggung, baik melalui regulasi, edukasi, maupun promosi wisata budaya. Beberapa rumah panggung tradisional bahkan dijadikan sebagai objek wisata untuk mengenalkan kearifan lokal kepada generasi muda dan wisatawan.
Kesimpulan
Rumah panggung di atas tanah rawa merupakan bukti kecerdasan masyarakat Banjarmasin dalam beradaptasi dengan lingkungan yang unik. Selain memiliki nilai fungsional sebagai tempat tinggal yang aman dan nyaman, rumah-rumah ini juga menyimpan nilai budaya yang tinggi. Dengan adanya upaya pelestarian, diharapkan rumah panggung khas Banjar tetap lestari dan dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang.
Penulis : Dnk